Keerom dan Merauke di Papua 'dipakai sebagai lokasi latihan' kelompok teroris JAD Lampung
Kepolisian Daerah Papua mencurigai dua daerah yang diduga menjadi lokasi latihan terorisme jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Lampung pimpinan SL alias Abu Faisa yang ditangkap Densus 88/Antiteror.
Yaitu Distrik Arso di Kabupaten Keerom dan Kabupaten Merauke, Provinsi Papua.
"Di daerah Arso, Keerom ... di perkebunan pir yang sudah tak dipakai lagi, ada lokasi yang sangat luas. Kedua, di daerah Merauke sendiri," kata juru bicara Polda Papua, Suryadi Diaz, kepada BBC News Indonesia, Selasa (07/05).
Menurut Suryadi, kedua daerah tersebut cukup jauh dari kota dan luas, dengan harga tanah yang masih murah.
Ia menyebut dua lokasi ini "ideal untuk dipakai sebagai tempat pelatihan".
- Terduga teroris ditangkap di Sibolga: Berkaitan dengan pemilu?
- Bagaimana memangkas jalur pendanaan terorisme?
- Ada Operasi Tinombala, mengapa kelompok teroris di Poso 'sulit' diberantas?
Pemilihan Papua sebagai lokasi latihan kelompok teroris, jika benar, adalah hal baru.
Biasanya, kelompok teroris memilih kawasan pegunungan dan jauh dari permukiman warga untuk menjadi basis latihan paramiliter anggota kelompok.
Seperti Poso yang dijadikan basis sekaligus lokasi latihan kelompok Mujahidin Indonesia Timur pimpinan Ali Kalora, Sukabumi oleh sejumlah anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD), dan Aceh yang pernah menjadi tempat pelatihan militer yang didanai oleh pemimpin Majelis Mujahidin Indonesia, Abu Bakar Baasyir.
Pengamat terorisme Al Chaidar Puteh dari Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Aceh, menyatakan alasan kelompok SL alias Abu Faisa menjadikan Papua sebagai lokasi latihan teroris yaitu karena beberapa anggota mereka memiliki sejumlah perusahaan, termasuk bisnis pariwisata di sana.
"Kalau pelatihan mereka di Papua itu tidak masalah karena mereka memiliki dana dan kemudian membeli lahan di sana dan melakukan pelatihan militer.
"Mereka memilih Papua karena memang di sana lahannya adalah lahan yang masih murah - biaya operasionalnya memang mahal. Banyak di antara anggota kelompok (JAD) Lampung itu memiliki usaha di Papua, banyak perusahaan lah mereka di sana. Perusahaan konstruksi, ada juga (bisnis) wisata," jelas Chaidar kepada BBC News Indonesia.
Hingga kini, Polda Papua masih menyelidiki lokasi mana yang sebetulnya dimaksud oleh para terduga teroris yang ditangkap sepanjang akhir pekan lalu.
"Justru itu, kami sendiri yang di sini masih selidiki, apa benar ada tempat pelatihan (terorisme) di sini," kata Suryadi.
- Siapa Ali Kalora, pemimpin kelompok radikal Poso, yang 'tidak diperhitungkan'
- Osama bin Laden: Delapan tahun setelah kematiannya, di mana al-Qaeda?
- Penembakan masjid, PM Selandia Baru: 'Saya tak akan pernah sebut namanya, dia teroris'
Ketika ditanyakan kemungkinan alasan pemilihan Papua sebagai lokasi pelatihan terorisme agar bisa bekerja sama dengan kelompok separatis, Suryadi menilai kemungkinan tersebut tipis.
"Saya kira sulit, karena mereka sendiri tidak menyetujui itu (terorisme). Kan, anggapan teroris itu kalau dari mereka itu selalu Islam garis keras. Jadi, mereka juga tidak mau bergabung dengan Islam garis keras," jelasnya.
Peran SL dalam terorisme di Indonesia
Dalam konferensi pers hari Senin (06/05), Polri menyatakan bahwa Densus 88/Antiteror menangkap delapan terduga teroris - salah satunya berinisial T yang tewas saat akan ditangkap - selama akhir pekan.
Mereka adalah SL (34), RH, M, AN (20), MC (28), MI (32), IF alias Samuel (19), dan T (25).
SL alias Abu Faisa sendiri dikatakan berperan sebagai pimpinan kelompok jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) Lampung, yang disebut polisi sebagai jaringan yang "terstruktur" dan "sangat kuat".
Polisi menyebut SL terlibat dalam aksi teror bom Thamrin dan kerusuhan LP terorisme di Mako Brimob, Depok.
"Kelompok SL ini dari Lampung turun ke Jakarta untuk melakukan aksi juga," tutur juru bicara Mabes Polri, Dedi Prasetyo.
Dedi menjelaskan bahwa beberapa anggota kelompok tersebut ditangkap pasukan Antiteror, sementara sisanya berpencar.
SL bersama kelompoknya disebutkan melarikan diri ke Papua.
"Dia melakukan latihan di daerah Papua, kemudian dia membentuk dua sel. Kelompok yang pertama menuju ke Bekasi pada awal tahun 2019 ini, kemudian kelompok kedua akan bergabung ke Poso," katanya.
Pengamat terorisme Al Chaidir Puteh, punya pendapat yang berbeda dengan polisi.
Menurutnya, kelompok yang mencoba menjadikan Papua sebagai "qoidah aminah" (basis yang aman) tersebut adalah kelompok yang gagal.
Menurut Chaidir, kelompok tersebut memang selalu lolos dari tangkapan aparat, akan tetapi kiprahnya dalam melakukan aksi teror tak pernah berhasil.
Bahkan keberadaan mereka, menurutnya, ditolak oleh kelompok teroris lainnya, seperti neo Jemaah Islamiyah (JI), kelompok Abu Husna, hingga kelompok Mujahidin Indonesia Timur di Poso.
"Yang terakhir di Metro Lampung, ada bom kecil yang tak sempat meledak dan pelakunya tertangkap pada 2018, dan itu kembali menunjukkan kelompok ini adalah kelompok yang gagal," kata Chaidar.
Polisi sebelumnya menyatakan bahwa kelompok yang telah dipantau aktivitasnya sejak tahun 2014 tersebut berencana untuk kembali menjalankan aksinya di tengah aksi unjuk rasa terkait pemilu di Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar