Senin, 19 Januari 2015

POLITIK SASI TUBUH POLRI

Polri Polri Penghasilan kena pajak Calon Kapolri di tetapkan tersangka Diposkan KPK Banyak Sekali Yang mengulas Dan mengamati penggantian Kapolri Sampai ADA JUGA Yang mengadu domba ANTARA SBY DENGAN Jokowidodo.sampai Sampai SBY menulis TENTANG Polri Dan mengulas Bagaimana pengangkatan Kapolri berdasarkan Mekanisme Sampai Cara SBY merapatkan di Pemerintahan internal. Lalu MENGAPA Sampai Tubuh Polri Jadi ajang politik Dan ajang adu domba pihak-luar? KARENA kekuasaan lah mereka MEMBUAT Polri di bawa keranah mereka, kadang pandangan pandangan Pengamat Yang Hanya mementingkan Uang belaka (KARENA mendapat Uang Dari Media yg memilihnya) sehingga mereka berbicara sesui permintaan Negara Media tersebut, sehingga dia lupa bahwa kata Katanya ITU MEMBUAT suasana Menjadi gaduh Dan menimbulkan kekisruhan di Tubuh Polri ITU Sendiri (seperti jaman Belanda mengadu domba sana here) / kolonialisme Keluar mental, Dan Yang TIDAK Kalah serius Adalah tindakan tindakan para politikus kitd Yang MEMBUAT Wacana Wacana Kurang sehat di Tubuh Polri sendiri.Daya tahan mental yang di Kalangan pemangku Jabatan Polri Sendiri JUGA Menjadi sebab situasi Menjadi runyam. / haus kekuasaan Serta politik ego Yang Kurang sehat.Bagaimana rakyat dan Polri Sendiri Mengatasi ITU? Hanya Satu jalan SEMUA elemen 'masyarakat Harus Patuh Terhadap UU Serta pemangku kekuasaan / Pemerintah Saat ini.bangunlah bangsa Suami DENGAN Cara iklas Serta tanggung jawab pãda Jabatan Yang diemban.

Selasa, 06 Januari 2015

Ada apa dengan Fahri memuji Muji SBY ?


JAKARTA, KOMPAS.com —
 Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menilai, pemerintahan Joko Widodo kurang menghargai hasil kerja pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Padahal, SBY menyiapkan kebutuhan pemerintahan Jokowi.

‎"Itu yang dilakukan Pak SBY sampai beliau mengantarkan Pak Jokowi ke Istana. Iktikad ini harusnya dilihat sebagai kebaikan dari satu pemerintahan yang memberikan warisan yang baik," tutur Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (5/1/2015), seperti dikutip Tribunnews.com.
Ia menganggap, SBY meninggalkan "warisan" ekonomi dan politik yang stabil, termasuk APBN dari awalnya Rp 340 triliun menjadi Rp 2.039 triliun dengan ruang fiskal hampir Rp 250 triliun. Dengan dana Rp 250 triliun, kata Fahri, pemerintahan Jokowi dapat membangun berbagai macam infrastruktur.‎
"Kasarnya, ini subway yang di Jakarta cuma perlu Rp 9 triliun kalau tak salah. Jadi, dengan Rp 250 triliun, Anda bisa bikin subway di 25 kota di Indonesia. Ini adalah ruang fiskal yang ditinggalkan pemerintahan lalu, SBY semua. Harusnya mengucapkan terima kasih kepada pemerintahan lalu," tuturnya.
Selain itu, politisi PKS itu melihat pemerintahan Jokowi-JK kurang menghayati tema kampanye saat pilpres. Ia mencontohkan Jokowi-JK mengusung tema perubahan. (Baca: SBY Merasa Dijadikan "Kambing Hitam" atas Terpuruknya Rupiah)
"Tapi, hampir 100 hari kita belum tahu apa yang disebut perubahan itu, kecuali jamu dan singkong itu," katanya.
Selain itu, revolusi mental yang diusung juga belum terlihat sebagai gerakan masif sehingga belum ada kemajuan dari 100 hari pemerintahan Jokowi-JK. (Baca: SBY: Kebijakan Subsidi Memang Tidak Disukai Neolib dan Ekonomi Kapitalistis)
"Pemerintahan baru harus menyadari kelemahan untuk tidak diulangi. Pertama, melihat DPR sebagai mitra, suka atau tidak kalau mereka perlu uang, ada masalah, pengawasan domain DPR, undang-undang domain DPR. Pemerintah tidak boleh bikin untuk semua hal, hanya hal-hal darurat yang boleh "di-perppu', selebihnya harus minta DPR. Anggaran tidak bisa buat anggaran sendiri, harus dapat restu DPR," imbuhnya.
Kemudian, kata Fahri, pemerintah Jokowi harus banyak‎ belajar dari pemerintahan lalu. Menurut Fahri, tidak salah jika menteri disuruh belajar kepada mantan pembantu presiden era SBY.
"Intinya dalam evaluasi 100 hari, kita perlu menonton pemerintahan ini secara kritis agar rakyat memperoleh pemimpin dan pemerintahan yang lebih baik dari yang pernah ada sebelumnya. Itulah harapan rakyat, ingin selalu yang lebih baik," ujarnya.