Senin, 16 Januari 2017

Hari ini tanggal 16 januari 2017 wakil presiden bapak yusuf kala datang ketulungagung untuk mengunjungi pondok pesantren moderen yang terletak di desa pandaan.dalam kunjungannya ke wilayah desa pandaan bapak wakil presiden juga menyempatkan mampir kependopo kabupaten tulungagung dan di teruskan ke pondok pesantren moderen.dalam kesempatan kunjungan ke daerah bapak wakil presiden juga sempat melihat pembangunan desa pandaan dari dana add dan dd,kepuasan bapak wakil presiden terlibat dari mimik mukanya yang manggut mangut dan tersenyum puas.
SIARAN PERS



Gerakan Antropolog untuk Indonesia yang Bineka dan Inklusif (AUI)

Antropolog Minta Presiden Akhiri Intoleransi

JAKARTA, SENIN --  Presiden diminta menindak tegas sesuai hukum  siapa pun yang bersikap intoleran dan menggunakan kekerasan dalam menyikapi perbedaan suku, agama, ras, dan pandangan. Dinamika sosial-politik akhir-akhir ini jelas memperlihatakan bahwa nilai-nilai kebinekaan Indonesia, termasuk semboyan Bhinneka Tunggal Ika sedang terus menerus digerus.
Demikian antara lain terungkap dalam  dialog antara para antropolog yang tergabung dalam Gerakan Antropolog untuk Indonesia yang Bineka dan Inklusif  (AUI) dengan Presiden Joko Widodo di Istana Merdeka, Jakarta,  Senin (16/1).
“Kami juga meminta Panglima Tentara Nasional Indonesia dan Kepala Kepolisian Republik Indonesia agar merangkul seluruh rakyat dalam menjalankan tugas dan meletakkan kepentingan negara dan bangsa yang beragam di atas kepentingan golongan dan kelompok tertentu. Penegakan hukum harus dilakukan demi Tanah Air, bukan semata-mata  karena tekanan massa,” kata Drs. R. Yando Zakaria, penggagas AUI.
Di antara 12 anggota delegasi yang ikut diterima Presiden juga tampak antara lain Prof. Dr. Amri Marzali dari Universitas Indonesia; Prof. Dr. P.M. Laksono dari Universitas Gadjah Mada; Dr. Selly Riawanti, dari Universitas Padjadjaran, serta praktisi antropologi Dr Kartini Sjahrir.
Pertemuan dengan Presiden Jokowi Widodo merupakan langkah lanjutan Gerakan AUI, yang pada pertengahan  Desember silam telah menggelar konferensi pers dan  mendeklarasikan pernyataan sikap dan seruan terkait semakin buruknya kondisi kebinekaan dan kian meluasnya intoleransi dalam masyarakat. Pendeklarasian pernyataan sikap diselenggarakan simultan di Jakarta dan beberapa kota lain di Indonesia serta di Den Haag, oleh para antropolog Indonesia yang tinggal di Belanda. Dokumen pernyatan sikap berjudul “Darurat Keindonesiaan” ditandatangani oleh lebih dari 300 antropolog dari seluruh Indonesia.
       
Rekomendasi                                                                                                                                                        
Dalam naskah rekomedasi yang diserahkan kepada Presiden, para antropolog antara lain menyatakan mendesaknya peningkatan peran negara dalam mengendalikan dan menjaga agar tak  terjadi pemaksaan cara hidup dari satu golongan kepada golongan lain. Sesuai Pancasila, negara harus dapat menjamin kebebasan setiap warga negara untuk dapat mengekspresikan identitas dengan cara yang beragam berdasarkan kesetaraan.
Peningkatan upaya percepatan pemerataan penguasaan sumber daya sebagimana yang telah dilakukan pemerintah saat ini adalah rekomendasi lain yang disampaikan para antropolog untuk menimalisasi intoleransi.  “Pemerintah perlu memastikan bahwa upaya ini betul-betul terlaksana sebagai pilihan rasional untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengatasi kesenjangan yang dapat menimbulkan gejolak sosial,” papar Dr Suraya Afif, antropolog lain yang juga hadir di Istana, kemarin.

Rekomendasi selanjutnya adalah, perlunya pemerintah meninjau ulang berbagai peraturan perundangan dan kebijakan yang belum mempertimbangkan keberadaan dan kepentingan kelompok-kelompok suku, agama, dan kelompok minoritas lainnya, termasuk korban-korban akibat perbedaan pandangan politik, dan pengungsi korban konflik  internasional.
Untuk menumbuh-kembangkan budaya toleransi, Pemerintah  juga disarankan agar  memberi disinsentif atau tindakan hukum  pada para pelaku tindakan intoleran dan, sebaliknya, memberikan insentif  atau penghargaan bagi warga negara, pejabat, atau kelompok masyarakat yang telah menunjukkan sikap toleransi. Misalnya, dengan menganugerahi daerah atau kepala daerah yang dinilai memiliki tingkat toleransi paling tinggi.

Kepada Presiden, para antropolog, pun menyampaikan bahwa untuk memastikan terpeliharanya kehidupan berbangsa dan bernegara yang Bhinneka Tunggal Ika, Pemerintah perlu memakai perspektif sosial budaya dalam seluruh kegiatan pemerintahan dan pembangunan. “Pemerintah harus menjamin tersedianya kapasitas lembaga-lembaga pemerintahan untuk menerapkan perspektif sosial budaya sejak perencanaan, pelaksanaan, sampai ke evaluasi pemerintahan dan pembangunan,” ujar Yando Zakaria lagi.

Jakarta, Senin 16 Januari 2017


12 Antropolog Indonesia yg hadir pada saat pertemuan dgn Presiden Jokowi :

1. Prof. Dr. Amri Marzali, Gurubesar Antropologi Universitas Indonesia, ahli Antropologi Perdesaan, dan penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia di Jakarta;

2. Prof. Dr. P.M. Laksono, Gurubesar Antropologi Universitas Gadjah Mada, ahli Antropologi Budaya dan Agama, dan penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia di Yogyakarta;

3. Prof. Dr. Sulistyowati Irianto, Gurubesar Antropologi Universitas Indonesia, ahli Antropologi Hukum dan Gender, dan penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia di Jakarta;

4. Dr. Kartini Sjahrir-Pandjaitan, ahli Antropologi Ekonomi, dan Penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia di Jakarta;

5. Prof. Dr. Pawennari Hijjang, Gurubesar Antropologi Universitas Hassanuddin, ahli Antropologi Politik dan Hubungan Antar-suku bangsa, Pengurus Asosiasi Antropologi Indonesia, Penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia dari Makassar;

6. Dr. Selly Riawanti, Pengajar Antropologi Universitas Padjajaran, ahli Antropologi Pendidikan dan Perkotaan; dan penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia di Badung;

7. Surraya Afiff, Ph.D. Pengajar Antropologi Universitas Indonesia, ahli Antropologi Lingkungan dan Agraria, penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia dari Jakarta;

8. Dedi S. Adhuri, Ph.D., Peneliti Utama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), ahli Antropologi Maritim, dan Penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia dari Jakarta;

9. Dr. Bambang Hudayana, Pengajar Antropologi Universitas Gadjah Mada, Ahli Antropologi Sosial dan Resolusi Konflik; Pengurus Asosiasi Departemen/Jurusan Antropologi Seluruh Indonesia, dan Penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia dari Yogyakarta;

10. Drs. Mulayawan Karim, Praktisi Antropologi, Wartawan Senior, penggagas Forum Kajian Antropologi Indonesia, dan Penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia di Jakarta;

11. Dra. Dian Rosdiana, Praktisi Antropologi, ahli Antropologi untuk perubahan perilaku dan komunikasi, Sekretaris Umum Asosiasi Antropologi Indonesia, dan penandatangan Pernyataan Sikap Gerakan Antropolog untuk Indonesia dari Jakarta;

12. Drs. R. Yando Zakaria, Praktisi Antropologi pemerhati masyarakat adat, desa, dan agraria, Penggagas Gerakan Antropolog untuk Indonesia yang Bineka dan Inklusif.