Minggu, 26 April 2020

NASWA SIHAB YANG RABUN MELIHAT COVID 19 KARENA SAKIT HATI

Mata Najwa Yang Kian Katarak

Kebanyakan masyarakat Indonesia menyukai dan mengidolakan program Mata Najwa karena ketajaman menganalisa dan mengangkat persoalan melalui pertanyaan-pertanyaan yang tajam setajam tatapan mata yang menjadi logo program Mata Najwa.

Secara pribadi saya senang karena selain menonton ada banyak hal yang bisa saya pelajari daru rangkuman akhir yang dibuat oleh mbak Najwa. Namun jujur, akhir-akhir ini saya sendiri tidak bergairah untuk menyaksikan Mata Najwa yang sebelumnya sangat netral menjadi penyalur suara rakyat namun akhir-akhir ini sepertinya menjadi rekan seperjalanan yang hanya mencari kelemahan pemerintah.

Dan itu menjadi kenyataan dalam program Mata Najwa tanggal 23 April 2020 yang lalu, di mana Pak Presiden Jokowi menjadi narasumber tunggal dalam program tersebut. Saya hal yang membuat saya semakin yakin bahwa program Mata Najwa mulai “katarak” karen mbak Najwa tidak lagi tajam melihat persoalan pandemi covid 2019.

Saya tidak mempersoalkan kuliah gratis yang diberikan oleh pak Jokowi kepada mbak Nana yang berusaha atau sepertinya ingin memojokan pak Jokowi dengan persoalan pandemi covid 2019 hingga mbak Nanapun akhirnya diberi kuliah gratis soal mudik dan pulang kampung. Fokus saya adalah pada judul atau tema program tanggal 23 April 2020.

“Jokowi diuju pandemi” demikian judul program Mata Najwa 23 April yang lalu. Membaca judul tersebut, perasaan yang muncul adalah “kasihan” kepada mbak Najwa yang justru dengan judul itu menunjukan maaf “kedangkalan” melihat masalah pandemi covid 2019. Dengan judul tersebut mbak Najwa justru sedang menunjukan kepada saya minimal bahwa maaf mbak Najwa yang selama ini saya banggakan sebagai jurnalis kritis dan cerdas serta memiliki ketajaman menganalisa masalah dan memberikan solusi terbaik justru tidak ada bedanya dengan barisan sakit hati dan nyinyir yang selama ini hanya mencari celah kesalahan dan kelemahan pemerintah mengatasi pandemi.

Ada dua alasan berpijak pada tema atau judul program tersebut mengapa saya mengatakan mbak Nana dangkal dalam menganalisa masalah pandemi serta tidak ada bedanya dengan barisan sakit dan nyinyir adalah sebagai berikut:

Pertama: Dengan judul Jokowi diuji Pandemi, mbak Najwa terperangkap dalam sikap hendak menyalahkan dan menyudutkan kinerja pak Jokowi sebagai presiden menangani pandemi covid 2019 dan itu nampak dalam pertanyaan-pertanyaan mbak Najwa yang terkesan dipaksakan bahkan kebanyakan retoris. Sikap mempersalahkan dan menyudutkan ini kita semua bahkan mbak Najwa pun tahu bahwa sangat dekat dan akrab dengan kehidupan mereka yang disebut sekutu sakit hati dan nyinyir.

Kedua: Dengan judul Jokowi diuji Pandemi, mbak Nana hanya melihat persoalan pandemi covid 2019 tidak menyeluruh. Bahwa putusnya penyebaran wabah covid 2019 semata-mata merupakan tugas pemerintah dan bukan seluruh rakyat Indonesia. Mbak Najwa terjebak dalam penilaian sepihak yang kemudian jatuh pada sikap menggugat, menghakimi dan mempersalahkan pemerintah bahwa kondisi bangsa Indonesia hari ini akibat pandemi covid 2019 semata-mata adalah tanggungjawab pemerintah dan bukan seluruh rakyat Indonesia.

Dan ini nampak dari setiap pertanyaan mbak Nana yang hanya melulu mempertanyakan kesiapan dan kesigapan pemerintah mengatasi pandemi yang dibungkus dengan keprihatinan masalah sosial ekonomi masyarakat namun tidak juga melihat usaha dan peran masyarakat mengatasi penyebaran pandemi.

Kita semua termasuk mbak Najwa juga tahu bahwa pandemi 2019 adalah masalah seluruh dunia dan menjadi ujian bagi kita semua. Termasuk di Indonesia masalah pandemi bukan hanya ujian bagi pemerintah atau pak Jokowi selaku presiden, tetapi ujian bagi kita semua. Dalam bahasa Paus Fransiskus pandemi covid 2019 telah membuat kita semua lemah, sakit namun juga menjadi ujian bagi kita semua untuk bersatu dan bersama mengatasi pandemi ini karena kita semua sama dan bernilai.

Artinya masalah pandemi ini bukan lagi sekedar masalah pemerintah. Pemerintah telah menyiapkan perangkat pencegahan pandemi, masyarakat atau rakyatnya taat dan mengikuti arahan pemerintah atau tidak? Sehebat dan sebagus apapun kebijakan pemerintah namun selama itu juga ada pejabat pemerintah daerah masyarakat tetap keras kepala dan tidak mau mengikuti kebijakan pemerintah pusat maka harapan memutus penyebaran wabah covid 2019 hanya tinggal dalam harapan yang sia-sia.

Yang juga memprihatinkan dari mbak Nana adalah ketidakjelian mbak Nana dalam melihat kebijakan PSBB sebagai langkah pemerintah untuk tetap menjaga ekonomi masyarakat tetap hidup dan berjalan. Mbak Nana hanya melihat itu sebagai sebuah persoalan karena masyarakatnya masih tetap ramai di jalanan, KRL masih jalan dan tidak melihat itu sebagai ujian terhadap ketaatan dan kerendahan hati masyarakat untuk tetap menjaga social distancing atau stay at home.

Jebakan yang tak bermutu dari seorang Najwa menjadi sangat kelihatan karena mencoba mempersoalkan PSBB untuk menguji kecerdasan pak Jokowi dengan memberlakukan lockdown sebagai usaha mengurai pandemi covid 2019. Namun sayang pak Jokowi memang lebih cerdas dari Mata Najwa yang mulai “katarak” dengan satu pernyataan cerdas; “tunjukan kepada saya negara mana yang berhasil memutus mata rantai pandemi covid 2019  melalui lockdown”.

Dari pernyataan pak Jokowi itu menjadi jelas bahwa bukan pak Jokowi diuji Pandemi namun yang terjadi “Najwa Diajari Pak Jokowi”.

Manila: 25-April-2020
Pater Tuan Kopong MSF

Tidak ada komentar:

Posting Komentar