Senin, 16 September 2019

CACATAN KEBUSUKAN OKNUM OKNUM KPK

CATATAN KEBUSUKAN KPK, SILAHKAN DIBANTAH !!!

Awal kebusukan KPK dimulai dari Abraham Samad yang bernafsu ingin menjadi Cawapres pendamping Jokowi. Waktu itu PDI Perjuangan sudah memutuskan bahwa Jokowi akan maju sebagai Capres, tetapi posisi Cawapres masih kosong.

Abraham Samad sebagai ketua KPK, berkali-kali bertemu Hasto Kristianto, Sekjen PDIP, yang pada intinya melobi posisi Cawapres. Dan dalam suatu pertemuan, di Jogja, Somad dan perantaranya menyusun skenario agar bisa bertemu Jokowi, dan mengacaukan agar pertemuan tersebut tidak sengaja.

Mungkin Samad dan orangnya itu ingin ikut rapat Jokowi JK yang tak sengaja bertemu di bandara beberapa hari sebelumnya. Hasto pun menyetujui dengan hal itu dan menyampaikan laporan rapatnya dengan Jokowi.

3 Mei 2014. Samad benar-benar bertemu Jokowi di bandara. “Saya dari UGM, kuliah pemberantasan korupsi. Tuhan yang mempertemukan, ”kata Abraham Samad.

Namun pada akhirnya Samad gagal jadi Cawapres, karena Jokowi dan PDIP menyetujui untuk memilih JK.

Untuk yang mengirim pesan pada Samad, buat kaget karena Samad sudah tahu duluan. Tahu dari mana? Ternyata Samad menyadap percakapan beberapa elite PDIP. Dan bahkan Samad menuduh bahwa yg menyebabkan dia gagal jadi Cawapres adalah Budi Gunawan.

Samad bukan hanya mengubah kode etik, tetapi juga menyalahgunakan fasilitas penyadapan untuk kepentingan pribadinya. Namun cerita ini masih panjang. Ketika Jokowi terpilih sebagai Presiden, KPK di bawah Samad kembali membuat onar.

Draft calon menteri yang disodorkan oleh Jokowi pada KPK, banyak yang dicoret. Lalu ke media, KPK mengklaim nama-nama yang di stabilo merah pasti akan diambil, jadi tak bisa dipilih sebagai menteri.

Menurut informan Seword, sebenarnya Megawati sempat menasehati agar tidak terlalu takut pada KPK. Karena KPK juga manusia biasa. Selain itu, klaim yang mereka tuliskan juga belum ada bukti yang kuat. Tak ada bukti nama-nama yang mereka coret sedang terlibat kasus.

Salah satu contoh yang sangat dilematis adalah posisi Menteri ESDM. Saat itu ada 4 kandidat. Dan KPK mencoret 3 nama, menyisakan Sudirman Said. Jokowi tak punya pilihan lain dan memilih Sudirman Said sebagai Menteri ESDM waktu itu.

Seperti yang kita ketahui, Sudirman berkata terlibat dengan Setya Novanto dan Freeport terkait pembahasan saham dan ijin ekspor. Kasus ini dikenal dengan judul "Papa Minta Saham."

Memang Sudirman mengatakan waktu itu dicitrakan baik, karena dia yang berbicara tentang ini kepada publik dan melaporkan Setnov ke MKD. Tapi tak lama kemudian, Presiden Jokowi membalikkan memecatnya, menggantinya dengan Arcandra.

Bagaimana kita berbicara, sepertinya percakapan yang tersebar ke masyarakat itu bukan percakapan pertama. Dan itu artinya, Sudirman mengatakan sebenarnya terlibat dalam kongkalikong saham Freeport dan ijin ekspor, di bawah otoritas dia. Ya gimana, menterinya sendiri ikut lobi-lobi?

Hari ini kita bisa melihat Sudirman Said berada di mana? Kubu lawan. Ya karena sudah tak akan punya tempat di kubu Jokowi. Cerita ini sudah jadi pengetahuan umum di elite.

Yang saya tahu hanya cerita Sudirman Said. Informan Seword tidak melanjutkan cerita dan nama-nama lain. Hanya sekilas mengutip. Meski kemudian mereka menjadi biang kerok, aku tak mau disebut namanya.

Tak cukup sampai di situ, saat Presiden mengajukan Budi Gunawan sebagai calon Kapolri, KPK langsung menetapkan BG sebagai tersangka. Lagi-lagi tanpa bukti.

Kita ingat ini adalah jebakan luar biasa dari KPK, lembaga yang mempertimbangkan paling suci dan berintegritas waktu itu. Jokowi pun akhirnya memilih jalan yang tenang, tanpa ribut-ribut. BG batal jadi Kapolri. Dan akhirnya Kapolri dijabat oleh Tito Karnavian, sosok di luar prediksi semua orang.

Lalu kemarin, muncul pengakuan dari Niko Panji Tirtayasa (video saksi palsu KPK yg saya posting kemarin), yang pada intinya dia dibayar KPK untuk memberikan jawaban palsu. Niko bercerita diancam oleh Novel Baswedan akan dipenjarakan jika tidak diikuti arahan Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto.

Dalam video pengakuannya, Niko menunjukkan bukti transfer dari pihak KPK selama beberapa kali.

Bagaimana pun banyak yang tahu bahwa KPK dapat mengumpulkan manusia suci, tetapi ada juga yang skeptis dan bertanya mengapa baru bicara sekarang? Setelah duitnya habis.

Jika pertanyaan itu ditanyakan pada saya, pertanyaan adalah momentum. Jika Niko berbicara beberapa tahun yang lalu, saat citra KPK sedang bagus-bagusnya, siapa yang akan percaya? Tak akan ada yang merespons. Bahkan bisa dituntut balik dan menyatakan mendekam di penjara, tentu saja dengan bantuan saksi-saksi palsu KPK lainnya.

Kalian boleh tidak percaya dengan cerita-cerita di atas. Tapi cerita ini sudah terlanjur kita ketahui bersama. Lalu faktanya, tak pernah ada langkah hukum yang diajukan oleh Abraham Samad untuk membantahnya. Padahal yang diungkapkan publik ini adalah Hasto Kristianto. Orangnya jelas.

Pun dengan persetujuan Niko Panji Tirtayasa. Kalau memang itu fitnah terhadap Novel Baswedan, Abraham Samad dan Bambang Widjoyanto, dibantah melalui proses hukum. Namanya jelas, orangnya juga jelas. Seharusnya ini memudahkan mereka.

Tapi ya kita tahu. KPK tak akan berani melaporkan dan menindaknya. Entah karena mereka tahu akan kalah, atau sadar bahwa mereka memang sebusuk itu.

Catatan ini penting untuk diketahui oleh orang-orang yang menolak adanya Dewan Pengawas di KPK. Sejarah telah mengembalikan ada yang membantah, ada yang menerbitkan wewenang.

Itu semua karena mereka memerlukan tak ada yang membantah dan tak ada yang tahu apa yang mereka lakukan selama ini. Merasa publik selalu mendukung dan di pihak mereka. Suka-suka melakukan penyadapan, bebas aktif menjalin komunikasi Politik dengan Pimpinan Partai. Begitulah kura-kura. https://bit.ly/2knH1DW

Tidak ada komentar:

Posting Komentar