Jumat, 09 Oktober 2020

Apakah sudah beralih KADRUN

 Jurnalisme Provokatif Ala Najwa Shihab


Oleh:

Rudi S Kamri


Dalam kasus kursi kosong Mata Najwa, menurut saya Najwa Shihab masih di jalur jurnalisme profesional. Model interview kursi kosong hanyalah sebuah strategi biasa seorang jurnalis yang sedang berusaha cari rating dan cari perhatian. Makanya saya dari awal saya tidak setuju pada saat ada sekelompok orang melaporkan Najwa Shihab ke Polisi apalagi membawa-bawa kelompok relawan Jokowi. Sangat tidak relevan dan saya prediksi pasti ditolak. Dan dugaan saya terbukti, laporan polisi para relawan Jokowi ditolak Polda Metro Jaya karena tidak relevan dan relawan Jokowi bukan obyek yang dirugikan dalam kasus tersebut. Apalagi relawan Jokowi bukan representasi dari Terawan dan Terawan juga bukan representasi dari Jokowi.


Tapi dalam kasus respons terhadap penanganan pandemi Covid-19 dan  UU Cipta Kerja, jurnalisme Najwa Shihab sudah mengarah pada gaya provokatif dan memihak. Jadi saya sangat bersorak pada saat Najwa Shihab dihardik dengan keras oleh Menko Maritim dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan (LBP). Seharusnya menteri-menteri Kabinet Indonesia Maju punya keberanian dan nyali kuat seperti LBP. Bukan bermental 'chicken' alias ayam sayur. Menteri-menteri di Kabinet Indonesia Maju harus gigih dan kuat melindungi kewibawaan dan kehormatan Presiden Jokowi. Dan hal ini telah dengan keren dilakukan oleh LBP.


Pun pula dalam kasus UU Omnibuslaw Cipta Kerja. Sayangnya wakil dari Kabinet Indonesia Maju yang tadi malam (Rabu, 07/10/2020) datang di Mata Najwa terlalu lunak, normatif dan santun menghadapi narasi provokatif Najwa Shihab. Intensi provokatif Najwa Shihab yang ingin menyudutkan DPR dan Pemerintah tidak bisa dilawan hanya oleh seorang menteri unyu-unyu seperti Bahlil Bahdila dan Supratman. Harusnya yang datang bicara adalah Menteri

petarung seperti LBP dan anggota DPR sekelas Adian Napitupulu. LBP dan Adian Napitupulu bisa menjelaskan dengan keras bukan hanya soal teknis masalah yang dibahas, tapi juga bisa menjelaskan ekosistem komprehensif dari masalah tersebut. Dan gaya narasi LBP dan Adian bisa menekan gaya arogan Najwa Shihab.


Tapi harus saya akui, semakin hari gaya jurnalisme Najwa Shihab semakin jumawa dan tidak obyektif lagi. Ada nuansa kepentingan pribadi dan kelompok yang sedang diperjuangkan. Najwa Shihab sudah tidak murni lagi sebagai seorang interviewer yang obyektif dan tidak memihak. Sekeras- kerasnya Karni Ilyas dan Rosiana Silalahi, mereka tidak kentara keberpihakannya dalam suatu kasus. Mereka secara pribadi masih berusaha keras bertindak obyektif sebagai 'wasit' dalam suatu wawancara. Tapi kalau Najwa Shihab sudah mengarah menjadi 'Pemain Pendukung' kubu di luar Pemerintah. Jadi sudah pasti dia sangat provokatif menyerang Pemerintah dan memfasilitasi serangan para lawan Pemerintah.


Dalam era demokrasi yang kebablasan ala Indonesia saat ini, apa yang dilakukan Najwa Shihab adalah sebuah pilihan. Kita tidak boleh mempersalahkan atau mempermasalahkan. Biarkan saja. Saat ini kita hanya perlu tahu bahwa warna Mata Najwa bukan lagi sebuah jurnalisme obyektif tapi lebih cenderung provokatif. Salah satu saran saya adalah, Tim Komunikasi Kabinet Indonesia Maju harus ditata ulang. Jangan Menteri yang lunak, gaya narasi terlalu sopan dan kurang agresif yang diterjunkan ke arena wawancara media publik, khususnya TV. Harus diterjunkan Menteri petarung yang bisa keras untuk melawan jurnalisme provokatif. LBP salah satu yang bisa diandalkan. "Menyerang adalah pertahanan terbaik" harus dijadikan tagline Tim Komunikasi Kabinet Indonesia Maju. Bukan gaya pemadam kebakaran.


Bagaimana dengan netizens dan rakyat jelata seperti kita? Cara meredam permainan jurnalisme provokatif ala Najwa Shihab mudah, hanya cukup dengan jemari jempol kita. Tekan remote control dan ganti channel TV dan YouTube kita, jangan lagi menonton wajah tengil Najwa Shihab. So simple.


Satu hal lagi, kita masih banyak pilihan untuk mencari referensi tayangan TV lain yang lebih berkualitas dan obyektif untuk menambah wawasan kita. Yang jelas bukan Narasi atau Mata Najwa, kan?


Salam SATU Indonesia

08102020




Tidak ada komentar:

Posting Komentar