Rabu, 07 Oktober 2020

SAKASI SUPERSEMAR

 SAKSI SUPERSEMAR 



LetDa Soekardjo Wilardjito [ Pengawal Presiden Soekarno ]


Ingatan Soekardjo Wilardjito seketika melayang ke tahun 1966 hingga 1970-an. Peristiwa masa-masa itu terbayang di pelupuk matanya, ketika siksaan dan perlakuan tidak manusiawi dari "Rezim Soeharto" menimpa dirinya.


Mulai dari pukulan dg balok kayu, popor senjata, hingga puluhan kali disetrum di sekujur tubuhnya. Serta hukuman penjara selama 14 tahun tanpa melalui proses pengadilan atas tuduhan sebagai anggota Partai Komunis Indonesia (PKI). 


”Jadi saya keberatan kalau dia (almarhum mantan Presiden Soeharto) diberi gelar Pahlawan Nasional. Mereka (yg mengusulkan gelar pahlawan) itu karena kebagian warisannya dan tidak pernah tahu penderitaan seperti yg saya alami, penderitaan bangsa,” tutur pria berusia 81 tahun ini ketika ditemui KR di rumahnya, Dusun Gancahan V Desa Sidomulyo Godean Sleman, Jumat (1/2).


Hingga sekarang pun tokoh yg menjadi Saksi Kontroversi turunnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) ini masih merasakan perlakuan tidak adil. 


Sejak ditangkap pada malam hari tanggal 11 Maret 1966 yg kemudian dipenjarakan selama 14 tahun, ia tidak pernah menerima surat pemecatan maupun surat keputusan pensiun dari TNI AD, institusi tempat Wilardjito dulu mengabdi. 


Sehingga mestinya ia masih tercatat aktif sebagai anggota TNI. Namun baik tunjangan pensiun maupun gaji sebagai anggota TNI yg menjadi haknya tidak pernah diterima sejak peristiwa Supersemar itu.


Saat berbincang dg KR kemarin, keadaan Wilardjito tampak sehat. 

Daya ingatnya masih sangat bagus dan bicaranya lancar. 

Hanya saja kedua kakinya kurang berfungsi normal. 

Kendati kini harus menjalani sisa hidup jauh dari serba kecukupan, Wilardjito masih memiliki Jiwa Besar. 


”Selama 43 tahun hak² saya dibekukan. Saya tidak pernah mendendam. 

Tapi saya menuntut agar hak² saya yg hilang itu dikembalikan dan hukum diberlakukan sebagaimana mestinya,” kata suami dari Sih Wilujeng, yg telah meninggal 2001 silam.


Masa lalu pahit yg dialami Wilardjito bermula dari peristiwa Supersemar. 

Dikisahkan, pada tanggal 11 Maret 1966 pukul 01.00 WIB saat bertugas sebagai penjaga keamanan istana Presiden RI, ia kedatangan empat orang petugas TNI. 


Masing-masing⤵️ 


1️⃣ M Yusuf, 

2️⃣ Amir Machmoed, 

3️⃣ Basoeki Rachmat dan 

4️⃣ M Panggabean. 


Keempat orang tersebut ingin bertemu dg Presiden Soekarno untuk suatu urusan penting. Lalu Wilardjito yg saat itu berpangkat Letnan Dua, membangunkan Presiden Soekarno. Pertemuan berlangsung dan M Yusuf menyodorkan sebuah map kepada Presiden Soekarno. 


Masih menurut kesaksian Wilardjito, saat itu Presiden Soekarno tampak terkejut setelah membaca isi surat dalam map yg harus ditandatangani✍️ 


”Untuk membahasnya, waktunya sangat sempit. Paduka tandatangani saja,” kata Wilardjito menirukan ucapan Basoeki Rachmat saat itu. 


Pada saat yg sama, lanjut Wilardjito, "Basoeki Rachmat" menodongkan sebuah pistol ke muka Presiden Soekarno. Belakangan baru diketahui bahwa surat yg ditandatangani Presiden Soekarno secara paksa tersebut adalah "Supersemar".


Peristiwa menegangkan pada dini hari itu, rupanya berbuntut. Pada malam harinya, masih pada tanggal 11 Maret 1966 itu terjadi operasi besar²an yg dilakukan TNI AD di bawah komando Letjen Soeharto (mantan Presiden RI, almarhum). 


Semua orang yg bertugas di lingkungan Istana Presiden RI "diciduk", tak terkecuali Soekardjo Wilardjito.


Sejak saat itulah Wilardjito menjalani hidup dari penjara ke penjara dan mengalami siksaan. Kesaksian Wilardjito terhadap terbitnya Supersemar yg Kontroversial itu akhirnya terungkap media pada tahun 1998 setelah lengsernya Presiden Soeharto. 


Namun Wilardjito justru dituduh Menyebarkan Kabar Bohong dan berlanjut hingga ke Pengadilan.


Setelah melalui Proses Hukum, akhirnya Wilardjito bebas karena tidak cukup bukti. Tapi hingga kini kasus tersebut belum sepenuhnya tuntas karena masih menunggu Kasasi yg diajukan Jaksa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar