Sabtu, 15 September 2018


 0
beritakorupsi.co - Sidang perkara kasus Korupsi “Suap” oleh pengusaha Kontraktor PT. Jala Bumi Megah, yakni Susilo Prabowo alias Embun terhadap 2 kepala Derah di Jawa Timur sekaligus, yakni Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno, dan Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar yang tertangkap tangan oleh KPK pada tanggal 6 Juni 2018 semakin “memprihatinkan”

Sebab, dari kasus ini semakin membuktikan bahwa Kepala Daerah maupun pejabat lainnya di Provinsi Jawa Timur, salah satu dari 34 Provinsi di Indonesia terbanyak masuk penjara karena  kasus Korupsi yang Khusus ditangani KPK sejak tahun 2016. 

Dari 38 Kabupaten Kota, sudad 12 Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota), 1 Kepala Kejaksaan Negeri, beberapa Kepala Dinas Provinsi maupun Kabupaten/Kota, puluhan anggota DPRD bahkan ada yang hampir 100 persen anggota DPRD-nya masuk penjara karena Korupsi seperti di Kota Malang, yang saat ini sudah diadili di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Belum lagi DPRD Kota Mojokerto yang disebut dalam dakwaan JPU KPK, bahwa sebanyak 22 anggota DPRD Kota Mojokerto menerima uang ‘suap” pembahasan APBD, dan bisa jadi akan merembet ke DPRD Jatim, terkait kasus suap terhadap Ketua dan Wakil Ketua Komisi B yang membidangi 10 SKPD atau OPD yang tertangkap tangan oleh KPK bersama 2 Kepala Dinas Pemrov Jatim pada tahun lalu, dan saat ini 2 Kepala Dinas Pemprov sudah kembali ditahan KPK  sebagai lanjutan dari kasus tersebut.

Yang lebih memperihatinkan lagi adalah kasus Korupsi “Suap” oleh Susilo Prabowo alias Embun selaku pemilik PT. Jala Bumi Megah terhadap 2 kepala Derah di Jawa Timur sekaligus, yakni Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno, dan Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar.

Karena kasus ini, sepertinya akan menyeret puluhan orang untuk masuk dalam “daftar hitam Pejabat KORUPTOR” di Jawa Timur baik Kabupaten maupun pejabat Pemrov. Hal itu terungkap dari keterangan saksi-saksi dalam 2 kali persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tipkor Suabaya.

Bupati Tulungagung Syahri Mulyo yang juga mantan anggota DPRD jatim periode 2004 - 2009  dan Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar mungkin tak menyangka kalau jabatannya akan berakhir dipenjara KPK. Karena Aparat Pengeka Hukum di Kabupaten Tulungagun “tak mungkin” untuk mengusiknya karena APH juga kebagian “Fulus”, termasuk wartawan yang tak mungkin “membuat berita miring” tentang pembangunan di kabupatena Tulungagung, karena menerima juga “Fulus” itu.

Disisi lain, Kepala Daerah Kabupaten/Kota maupun Gubernur Jawa Timur banyak pula merilis kesuksesan dalam membangun Jawa Timur dengan meraih puluhan penghargaan baik tingkat Nasional maupun Internasional. “Sepertinya antara kesuksesan dalam pembangunan berlomba-lomba dengan Kepala Daerah (Bupati/Wali Kota), Kepala Dinas dan DPRD masuk penjara”.

Setelah pada sidang sebelumnya (Jumat, 7 September 2018) terungkap dari keterangan saksi dalam persidangan kasus Korupsi “Suap” terhadap Bupati Tulungagung Syahri Mulyo, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Tulungagung Sutrisno, dan Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar, bahwa Wakil Bupati dan DPRD Kabupaten Tulungangung juga menerima uang “suap” dari duit yang berasal dari terdakwa

Dalam sidang kali ini semakin terungkap pula, ternyata yang menerima uang “haram” itu tidak hanya Wakil Bupati dan Ketua DPRD, ternyata beberapa pejabat Kabupaten Tulungagung seperti Sekda, Kepala Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung, Aparat Penegak Hukum dan Wartawan juga menerima uang “haram” itu.

Selain pejabat Kabupaten Tulungagung, juga menyeret pejabat Pemprov Jatim dan salah satu anggota DPRD RI dari Fraksi PAN. Seperti yang dikatakan oleh Sutrisno selaku Kepala Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung dalam persidangan di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipkor Surabaya.

Kamis, 13 September 2018, Sutrisno yang juga tersangka dalam kasus ini, dihadrikan Tim JPU KPK Dodi Soekmono, Abdul Basri, Mahardy Indra Putra, Nur Haris Arhadi, Agung Satrio Wibowo dan Mufi Nur Irawan dalam persidangan sebagai saksi untuk terdakwa Susilo Prabowo alias Embun.
Add caption

Selain Sutrisno, JPU KPK juga menghadirkan beberapa saksi kehadapan Majelis Hakim yang diketuai Cokorda Gede Arthana, dinataranya, Yamanu selaahku Kasubag Perencanaan BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Tulungagung dan Agung Prayitno, orang dekat Bupati Tulungagung Syahri Mulyo.

Kepada Majelis Hakim, Sutrisno menjelaskan, bahwa untuk memperoleh Dana Alokasi Umum (DAU) dan DAK (Dana Alokasi Khusus) harus ada maharnya. Selain itu, saksi yang juga tersangka ini mengatakan, kalau tidak menyerahkan uang ke pejabat Pemrov, maka anggaran tidak akan turun.  

Saksi Sutrisno pun member aliran uang “haram” yang bersumber dari terdakwa kebeberapa pejabat di Kabupaten Tulungagung Pemprov Jatim, APH, Wartawan dan salah satu anggota DPR RI yang ada di gedung Senayan Jakarta.

“Dana partisipasi untuk Pemprov sebesar 7% dari Pagu anggaran supaya anggaran dicairkan.  Untuk operasional Dinas, sebesar Rp300 juta, yang sebahagian dibagikan ke APH sebesar Rp150 juta, agar tidak dipermasalahkan dan ke Wartawan,” ungkap saksi

“Karena mereka datang bawa data dan mempermasalahkan, biasanya seperti itu,” kata saksi 

Saat ditanya JPU KPK, Apakah pemberian uang itu terhadap APH supaya tidak dipermasalahkan dan tidak diproses hukum?,” Yang dijawab saksi “Ya”. 

“Diberikan sebesar Rp150 juta, yang menerima Dwi Hari Subagyo, itu adalah uang dari sebagian dari kontraktor,” kata saksi.

“Tahun 2014 sebesar 4 milliar, dan DAU (Dana Alokasi Umum) 2.952 milliar diserahkan ke Dinas Keuangan Kabupaten atas permintaan Dinas Keuangan. Itu nyalahin peraturan nggak ? tanya Hakim. Nyalahin jawab terdakwa. Yang menerima Henri Setiawan Kepala BPKAD. Tahun 2015, untuk anggaran Provinsi sebesar Rp1.059 milliar, ke Pak Henri Setiawan 11 juta   kalau yang ke Pemprov yang menerima Budi Setiawan dan  Yuli Juliyanto. Kemudian tahun 2016, sebesar Rp5.6 milliar untuk DAU dan DAK Pemprov serta untuk Pak Sakip Zainudin anggota DPR RI dari PAN, permintaannya diawal 6.5 persen sebear Rp2.931 M. Kemudian setor ke Edi Setiawan sebesar Rp1.5 M, ke Julianto sebesari Rp1.8 M. Kalau tidak setor maka anggaran tidak turun. Dan pada tahun 2017 untuk DAK disetor sebesar Rp1.072 M, untuk DAU Rp1.130 M dan untuk BK Prov sebesar Rp361 juta. Tahun 2018 belum dapat uang dan sudah tertangkap tangan,” kata saksi Sutrisno

Total yang yang diterima saksi dari terdakwa sejak 2014 - 2017 sebesar Rp6 M. Penerimaan uang itu oleh saksi terhadap terdakwa atas perintah Bupati atas permintaan Pemprov. Terkait uang yang setorkan ke Kepala BPKAD oleh Sutrisno, Ia pun siap untuk kronfrontor dengan Kepala BPKAD Henri Setiawan. “Siap, sekarangpun siap,” jawab sakis tegas

Saksi kemudian menjelaskan kepada Majelis Hakim terkait uang yang diterima saksi dari terdakwa, dan selanjutnya diserahkan terhadap Bupati adalah sebesar Rp 200 juta pada tahun 2014, yang menurit saksi, bahwa uang itu dimintakan dari terdakwa untuk kebutuhan Bupati menjelang hari raya.

“Itu berkaitan dengan awal turunnya anggaran. Saat itu menghadapi hari raya, beliunya (Bupati) membutuhkan anggaran, kita mintakkan ke Pak Sus (terdakwa) untuk diberikan ke Bupati. Sejak 2014 hingga 2017, saya pernah menyerahkan secara langsung ke Bupati, tetapi saya belum bisa  menjelaskan secara rinci karena belum dapat data faildnya,” kata saksi

“Seingat saudara yang saudara serahkan langsung ke Bupati berapa ?” tanya JPU KPK. Ketua Majelis Hakim pun langsung memperjelas pertanyaan JPU KPK. 
“Berapa kali sudara menerima uang dari terdakwa dan saudara serahkan ke Bupti ?” tanya Ketua Majelis Hakim. Namun saksi mengatakan bahwa uang yang diterima langsung dari terdakwa adalah anggaran untuk diserahkan terkait anggaran pusat

“Yang saya terima dari terdakwa untuk anggaran pust, Kalau 2 samapai 3 persen itu ke Bupati. 
,” jawa saksi 

“Kalau yang langsung dari terdakwa ke Bupati melalui saya hanya sekali yang 200 juta,” jawab saksi

“Dari 16 milliar yang saudara terima dari terdakwa ini, berapa yang saudara serahkan ke Bupati ?.” tanya JPU KPK lagi. 

Namun dijawab oleh Sutrisno, bahwa uang itu disetor ke Pusat. Terkait penyerahan 2 hingga 3 persen ke Bupati, saksi tidak mengetahui bagaimana penyerahannya.

Saksi berikutnya adalah Yamanu selaahku Kasubag Perencanaan BPKAD (Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah) Kabupaten Tulungagung, yang ertugas menerima uang dari Staf Dinas PUPR untuk diserahkan ke Kepala BPKAD.

“Setau saya Pak Sukarji staf Kepala Dinas PU yang menyerahkan uang. Biasanya mengirimkan uang ke BPKAD, tapi dari mana uang itu saya tidak tau, dan saya hanya menerima saja,” kata saksi.

Pada hal, keterangan saksi dalam BAP halaman 5 nomor 7 menjelaskan, bahwa fee proyek yang bersumber dari APBD biasanya dipungut 10 persen atas perintah Henri Setaiwan, dan saksi  menerima fee tersebut dari Sukarji, pegawai Dinas PU sejak tahun 2016 hingga 2018.

“Dari mana sudara tau angka 10 persen itu, ini keterangan saudara,” kata Ketua Mejelis Hakim menekankan pada saksi. Setelah saksi disesak agar mengatakan jujur, barulah saksi mengatakan, bahwa pungutan 10 persen itu diketahui saksi dari bidang anggaran BPKAD yaitu Sri Pramuni,” kata saksi yang sering kali diingatkan JPU KPK

Saksi Yamanu juga mengatakan, bahwa dirinya pernah diperintahkan Kepala BPKAD untuk menerima uang fee proyek. 

“Saya nggak pernah hitung karena dibungkus dalam kardus, pecahan 50 sama 100, jumlahnya milliar. Diberikan setiap tahun 2 kali biasanya. Yang pertama bulan April - Mei, dan yang kedua pada Perubahan APBD bulan November,” jawab saksi Yamanu, dan mengatakan bahwa pungutan ini berlangsung saat Syahri Mulyo menjadi Bupti.

Uang yang diterima saksi dari Sukarji kemudian diserahkan ke Kepala BPKAD, sebahagian diserahkan ke Ketua DPRD Kabupaten Tulungung sebesar Rp500 juta, ke Bupati Rp500 juta. Selain itu, juga dibagikan ke Sekda, Aparat Pengak Hukum, Wartawan dan lain-lain.

Saksi ini pun sempat dibentak Ketau Majelis Hakim karena jawaban atas pertanyaan JPU KPK maupun Majelis Hakim selalu berbelit-belit dan terkadang menjawab lain dari pertanyaan. Sementara dalam BAP saksi dapat menjelaskan secara rinci jumlah uang yang diserahkan atas perintah Kepala BPKAD.

Selain itu, dari keterangan saksi Yamani ini juga menjelaskan, bahwa untuk dana DAK dipungut sebesar 10 persen dan bantuan provisni (Banprov sebesar) 10 persen. Saksi mengatakan, bahwa dirinya 

Pada session ke II adalah saksi Agung, orang dekatnya Bupati Syahri Mulyo. Kepada Majelis hakim, Agung mengakui terakit uang sebesar Rp500 juta dari terdakwa terhadap Bupati Syahri Mulyo melalui Agung setelah diperkenalkan Sutrisno atas perintah Syahri Mulyo, diakuinya. Menurut saksi, uang sebesar Rp500 juta langsung derehakan ke Syahri Mulyo

“Saya serahkan langsung ke Bupati” jawab saksi

Kasus ini bermula pada akhir tahun 2015, bersamaan dengan pembahasan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Tulungagung Tahun Anggaran (TA) 2016, Sutrisno atas perintah Syahri Mulyo, membuat pembagian proyek infrastuktur pada Dinas PUPR diberikan kepada beberapa penyedia barang/jasa  diantaranya ke terdakwa Susilo Prabowo dan Sony Sandra. 
Pembagian proyek tersebut, kemudian diberikan oleh Sutrisno kepada terdakwa Susilo Prabowo alias Embun dan Sony Sandra. Dan sebagai kompensasi atas pembagian proyek itu, terdakwa bersedia untuk memberikan fee kepada Sutrisno dan Syahri Mukyo. 

Pada saat pelelangan, terdakwa Susilo Prabowo dan Sony Sandra mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Sutrisno, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat, antara terdakwa dengan Sony Sandra, karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap pekerjaan yang telah diberikan kepada Sony Sandra, demikian pula sebaliknya.

Terdakwa Susilo Prabowo mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepadanya, dengan menggunakan perusahaan miliknya, disertai dengan peserta pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri. Oleh karena itu, pada pelelangan tahun anggaran 2016,  terdakwa mendapatkan 6 (enam) proyek infrastruktur jalan dan jembatan dengan total nilai kontrak kurang lebih sebesar Rp75.358.672.000 (tujuh puluh lima miliar tiga ratus lima puluh delapan juta enam ratus tujuh puluh dua ribu mpiah). Proyek tersebut yakni ; 

1. Peningkatan jalan ruas jalan Sumberdadap-Apakbrondol, ruas jalan Apakbrondol-Plandirejo, ruas jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp18.795.455.000 berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 2. Peningkatan jalan ruas jalan Kidangan-Purworejo (lanjutan), ruas jalan Gambiran -  Penampihan, ruas jalan Gandong-Sanan, dan ruas jalan Pagerwojo-Bendungan senilai Rp18.298.273.000  berdasarkan kontrak tanggal 01 Juli 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.  

3. Kemudian peningkatan jalan (overlay) ruas jalan Srikaton-Kaliboto, ruas jalan Jelipicisan, ruas jalan Sanggrahan-Junjung, ruas jalan Gondang-Dukuh, ruas jalan Punqu-Picisan, jalan Oerip Soemoharjo, Jalan I Gusti Ngurah Rai Gg. 8, Pembangunan konstruksi hotmix kawasan Gor Lembu Peteng senilai Rp18.965.669.000 berdasarkan kontrak tanggal 04 Agustus 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 4. Overlay Jl.Hasanudin III, Jl.Pahlawan I-II-III & V, JI. P. Sudirman IV, Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo-Ringin Pitu, Jl. M. Sujadi I, ruas Jl. Bangoan Selatan, Jl. Mastrip I, ruas Jl. Plosokandang-Tunggulsari senilai Rp8.046.963.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi, 

5. Proyek Overlay ruas jalan Karangrejo-Catut senilai Rp5.211.198.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 6. Overlay ruas Jl. Tunggangri-Betak, Jl. Tawang-Pagersari, JI. Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp6.041.114.000 berdasarkan kontrak tanggal 14 Oktober 2016 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

Bahwa pembagian proyek yang dilakukan oleh Sutrisno dan Syahri Mulyo pada tahun 2016, dilanjutkan juga untuk tahun 2017 dan 2018 yang diberikan untuk terdakwa Susilo Prabowo dan Soni Sandra sebelum proses lelang dimulai. Begitu juga dengan terdakwa, yang mengikuti prosese lelang di Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung tahun 2017 dan 2018, terlebihdahulu memberikan fee seperti tahun 2016. Dan terdakwa hanya mengajukan penawaran terhadap proyek pekerjaan yang didapatkannya dengan menggunakan beberapa perusahaan miliknya sebagai peserta lelang

Pada tahun anggaran 2017, terdakwa mendapatkan 9 (sembilan) proyek infrastruktur jalan dan jembatan, dengan nilai kontrak seluruhnya sebesar Rp40.393.643.000 (empat puluh miliar tiga ratus sembilan puluh tiga juta enam ratus empat puluh tiga ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut ;  

1. Peningkatan jalan ruas Jalan Cuwiri-Pagerwojo senilai Rp3.759.023.000  berdasarkan kontrak tanggal 07 Juni 2017 Yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 2. Peningkatan jalan ruas Jalan Karangtalun-Ngubalan senilai Rp4.931.487.000 berdasarkan kontrak tanggal 07 Juni 2017 yang dilaksanakan oleh PT . Tata Karunia Abadi. 

3. Peningkatan/pelebaran jalan ruas Jalan Pucanglaban-Molang senilai Rp3.364.903.000  berdasarkan kontrak tanggal 22 Maret 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 4. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Sambitan-Bono, ruas Jalan Besuki-Keboireng dan ruas Jalan Pakisrejo-Tumpakmergo senilai Rp6.089.714.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi. 

5. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Punjul-Picisan, ruas Jalan Gendingan-Boro, ruas Jalan Desa Sukowiyono dan ruas Jalan Jarakan Mojoarum senilai Rp4.773.500.000 berdasarkan kontrak tanggal 20 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi - PT. Roro Gendhis (KSO),; 6. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Plandaan, ruas Jalan BagoPlosokandang, ruas Jalan Supriadi IV (Pasar Pring), ruas Jalan Yos Sudarso III (lap. Pasar Pahing) dan ruas Jalan Gebang-Sanan senilai Rp5.214.146.000 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 7. Peningkatan jalan (hotmix) ruas Jalan Desa Tapan, Desa Tunggulsari, dan Desa Bangoan senilai Rp2.992.349.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 13 September 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah.
8. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan KarangtaIun-Ngubalan(lanjutan), Jalan Desa Ketanon, ruas Jalan Bangoan-Tapan, dan Jalan Desa Ringinpitu senilai Rp4.820.168.000 berdasarkan kontrak tanggal 25 Oktober 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Bumi Megah,; 9. Pemeliharaan berkala jalan ruas Jalan Bandung-Besuki dan ruas Jalan Tanggunggunung-Tumpakmergo senilai Rp4.448.353.000,00 (empat miliar empat ratus empat puluh delapan juta tiga ratus lima puluh tiga ribu rupiah) berdasarkan kontrak tanggal 12 Juni 2017 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi. 

Pada tahun anggaran 2018, terdakwa Susilo Prabowo mendapatkan 6 (enam) proyek Infrastruktur jalan dan jembatan dengan nilai kontrak seluruhnya Rp31.067.134.000,00 (tiga puluh satu miliar enam puluh tujuh juta seratus tiga puluh empat ribu rupiah) dengan perincian sebagai berikut: 

1. Pelebaran jalan ruas Jalan Karangrejo-Sendang senllal Rp7.895.999.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunla Abadi,; 2. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Pulosari-Sumberejo Kulon, ruas Jalan Plosokandang-Tanjungsari, ruas Jalan Serut-Kepuh, ruas Jalan Hasanudin-Kapten Kasihin, ruas Jalan Desa Plandaan dan ruas Jalan Desa Ketanon senilai Rp5.265.440.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 23 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi.

3. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Kedungsoko-Gondang, ruas Jalan Panglima Sudirman Gg. I dan II, ruas Jalan Basuki Rachmad Gg. I, ruas Jalan Desa Ringinpitu dan ruas Jalan Bulusarl senllai Rp4.271.026.000,00 berdasarkan kontrak tanggal 29 Maret 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah,; 4. Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Ngantru-Padangan senilai Rp4.767.800.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mel 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Jala Buml Megah. 

5. Pelebaran jalan ruas Jalan Panjerejo-Selorejo senilai Rp3.936.866.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dilaksanakan oleh PT. Tata Karunia Abadi; 6.  Peningkatan jalan (overlay) ruas Jalan Karangtalun-Tumpaknongko senilai Rp4.930.003.000 berdasarkan kontrak tanggal 23 Mei 2018 yang dibicarakan oleh PT. Jala Bumi Megah. 

Sebagai kompensasi dari proyek-proyek tersebut, terdakwa Susilo Prabowo atas permintaan Sutrisno memberikan fee pada saat pembahasan anggaran diawal tahun, dengan rincian ;  

1. Pada tanggal 27 November 2015 sejumlah Rp500 juta,; 2. Pada tanggal 16 Desember 2015 sebesar Rp500 juta,; 3. Pada November 2016 sejumlah Rp2.250 milliar, yang diberikan secara bertahap sebanyak 4 (empat) kali,; 4. Dan pada tanggal 11 November 2016 sejumlah Rp1.700 milliar,; 5. Serta pada bulan Desember 2016 sejumlah Rp700 juta. Aatu sebesar Rp5.650 milliar sejak November 2015 hingga Desember 2016. 

Selanjutya Sutrisno menyerahkan sebagian uang tersebut kepada Syahri Mulyo melalui Sukarji, selaku Kepala Bidang Bina Marga Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung, dan Yamani selaku Kepala Sub Bagian Perencanaan Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Tulungagung sebesar Rp500 juta pada setiap pembahasan anggaran tahun 2016 sampai dengan tahun 2018. Sehingga total duit “haram” yang diberikan ke Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp1.5 milliar sejak tahun 2016 hingga 2018 atau setiap tahunnya sebesar Rp500 juta.

Duit “haram” sebesar Rp4.150 milliar lagi diberikan Sutrisno kepada anggota DPRD Kabupaten Tulungagung atas perintah Bupati Syahri Mulyo, guna memperlancar proses pembahasan anggaran APBD. Selain ke anggota DPRD, juga diberikan kepada Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), wartawan dan aparat penegak hukum (APH) guna mengamankan proyek-proyek yang sedang berjalan di Dinas PUPR Kabupaten Tulungagung, serta sebahagian lagi dipergunakan Sutrisno untuk kepentingan pribadinya.

Selain itu, pada bulan Januari 2018, Syahri Mulyo meminta sejumlah uang kepada Sutrisno untuk kepentingan operasional persiapan mengikuti Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah)  Kabupaten  Tulungagung tahun 2018. Sutrisno pun memberikan uang sejumlah Rp1 milliar di Pendopo Tulungagung, yang bersumber dari terdakwa. 

Pada sekira Bulan Maret-April 2018, Syahri Mulyo kembali memerintahkan Sutrisno untuk meminta uang sejumlah Rp4 milliar kepada terdakwa untuk biaya operasional kampanye Syahri Mulyo yang akan mengikuti Pilkada Tulungagung tahun 2018. Dan untuk memudahkan penerimaan uang, Syahri Mulyo memerintahkan Sutrisno untuk memperkenalkan terdakwa dengan Agung Prayitno yang merupakan orang dekat Syahri Mulyo. 

Atas perintah Syahri Mulyo, pada tanggal 23 Mei 2018, Sutrisno menghubungi terdakwa sekaligus memperkenalkan Agung Prayitno kepada terdakwa. Dalam pertemuan tersebut, Agung Prayitno menyampaikan permintaan uang dari Syahri Mulyo untuk biaya  kampanye dalam Pilkada Tulungagung tahun 2018. Atas permintaan tersebut, Terdakwa menyatakan akan memberikannya pada hari Jumat tanggal 25 Mei 2018. 

Pada tanggal 25 Mei 2018, terdakwa menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno untuk ke rumah terdakwa mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Sesampainya Agung Prayitno di rumah terdakwa di Blitar, terdakwa memberikan uang kepada Agung Prayitno sejumlah Rp500 juta. Uang tersebut kemudian diberikan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo di rumahnya
Pada tanggal 30 Mei 2018, terdakwa kembali menghubungi dan memerintahkan Agung Prayitno guna mengambil uang permintaan Syahri Mulyo di rumah Terdakwa. Sesampainya Agung Prayitno dirumah terdakwa di Blitar, terdakwa memberikan uang sejumlah Rp1 miliar. Uang tersebut selanjutnya diserahkan oleh Agung Prayitno kepada Syahri Mulyo dirumahnya.

Pada tanggal 31 Mei 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno dan diminta agar memberikan uang kepada Syahri Mulyo tidak secara bertahap karena Syahri Mulyo sedang membutuhkan banyak uang untuk Pilkada. Menanggapi permintaan tersebut, terdakwa menyampaikan, bahwa dirinya kesulitan menarik uang dari bank dalam jumlah besar karena  diawasi oleh otoritas Jasa Keuangan (OJK). Namun terdakwa tetap akan memberikan uang tersebut dengan keterangan transaksi (underlyng transaction) yang disamarkan ketika penarikan uang dari bank. 

Pada tanggal 6 Juni 2018, terdakwa dihubungi oleh Agung Sutrisno untuk mengambil uang permintaan Syahri Mulyo. Atas penyampaian Agung Sutrisno, terdakwa mengarahkan agar Agung Sutrisno datang ke rumah terdakwa pada sore hari, dan menitipkan uang sejumlah Rp1  miliar kepada Andriani yang merupakan istri terdakwa, untuk diberikan kepada Agung Sutrisno. 

Sesampainya dirumah terdakwa, Agung Sutrisno menghubungi terdakwa dan memberitahukan bahwa dirinya sudah di rumah terdakwa, yang kemudian dijawab oleh terdakwa bahwa uangnya sudah dititipkan pada istrinya (terdakwa). Selanjutnya Andrinani  memberikan uang  sebesar Rp1  miliar tersebut kepada Agung Sutrisno.

Selain memberikan “Embun” alias duit kepada Syahri Mulyo, terdakwa Susilo Prabowo alias Embun, juga memberikan “Fulus” terhadap Wali Kota Blitar Muh. Samanhudi Anwar, yakni ;

Pada awal tahun 2016, Hermansyah Permadi selaku Kepala Dinas PUPR Kota Blitar membuat daftar proyek yang akan dikerjakan oleh Dinas PUPR yang kemudian diserahkan kepada Wali Kota Muh. Samanhudi Anwar. Selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar membuat pembagian atau pengalokasian proyek-proyek tersebut kepada beberapa penyedia barang/jasa diantaranya  terdakwa Susilo Prabowo alias Embun. Pembagian atau pengalokasian proyek tersebut kemudian diberitahukan kepada terdakwa dan memberikan pengarahan kepada Hemansyah Permadi terkait proyek yang akan diberikannya terhadap terdakwa dan penyedia barang/jasa lainnya. 

Arahan tersebut kemudian ditindaklanti oleh Hemansyah Permadi dengan memberikan tanda pada daftar proyek yang akan dikerjakan oleh terdakwa. Selain itu, Hemansyah Permadi juga mengundang beberapa penyedia barang/jasa diantaranya terdakwa, Henryn Mulat, Sukamto, Sukarso dan perwakilan Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia (Gapensi). 

Dalam pertemuan itu, Hemansyah Permadi membagi proyek-provek yang di Dinas PUPR kepada beberapa penyedia barang/jasa termasuk sendiri. Sehingga pengaturan pemenang lelang tidak perlu melalui Unit Layanan Pengadaan (ULP), karena masing-masing penyedia barang/jasa hanya akan mengajukan penawaran terhadap proyek sesuai jatah masing-masing, sebaliknya para  para penyedia barang/jasa tidak akan melakukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan kepada penyedia balang/jasa lainnya.

Pada saat pelelangan, terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek-proyek yang telah ditentukan oleh Muh. Samanhudi Anwar dan Hermansyah Permadi, sehingga tidak terjadi persaingan yang sehat karena terdakwa tidak akan mengajukan penawaran terhadap   pekerjaan yang telah diberikan kepada penyedia barang/jasa lainnya.

Terdakwa mengajukan penawaran terhadap proyek yang telah diberikan  kepadanya dengan menggunakan perusahaan miliknya disertai dengan peserta pendamping yang juga merupakan perusahaan milik terdakwa sendiri.

Pada awal tahun 2018, Muh. Samanhudi Anwar kembali melakukan pembagian atau pengalokasian proyek kepada terdakwa sebagaimana yang telah dilakukan pada tahun anggaran 2016 dan 2017. Proyek yang dialokasikan kepada terdakwa adalah proyek pembangunan fasilitas pendukung Stadion Supriyadi Blitar senilai Rp796.078.767,33 (tujuh ratus sembilan puluh enam juta tujuh puluh delapan ribu tujuh ratus enam puluh tujuh rupiah tiga puluh tiga sen) dan proyek pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018.

Guna memastikan bahwa terdakwa mendapatkan proyek-proyek tersebut, pada tanggal 5 Juni 2018, terdakwa melakukan pertemuan dengan Muh. Samanhudi Anwar dan Bambang Purnomo alias Totok, yang merupakan orang kepercayaan Muh. Samanhudi Anwar di rumah dinas Walikota Blitar.

Dalam pertemuan itu, Muh. Samanhudi Anwar menunjuk terdakwa sebagai penyedia barang/jasa yang akan melaksanakan proyek Pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2, pada tahun anggaran 2018. Guna meyakinkan terdakwa, selanjutnya Muh. Samanhudi Anwar menghubungi Moch. Aminurcholis selaku Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika, dan Mohammad Sidik selaku Kepala Dinas Pendidikan, menanyakan mengenai ketersediaan dan jumlah anggaran untuk pembangunan SMP Negeri 3 Blitar Tahap 2 tahun anggaran 2018. 

Atas pertanyaan Muh. Samanhudi Anwar, selanjutnya Mohammad Sidik menginformasikan bahwa anggaran pembangunan SMP Negeri 3 Blitar menyerahkan uang sejumlah Rp1.5 milliar   kepada Muh. Samanhudi Anwar. 

Setibanya di rumah Bambang Purnomo alias Totok, terdakwa langsung memberikan uang tersebut kepada Bambang Purnomo alias Totok. Dan guna menghindari perbuatannya dipantau oleh aparat penegak hukum, terdakwa menyampaikan kepada Bambang Purnomom alias Totok,  agar tidak menghubungi Muh. Samanhudi Anwar dengan menggunakan sarana telepon atau Hand Phone.

Pemberian uang oleh terdakwa, karena Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhudi Anwar telah memberikan beberapa proyek kepada terdakwa. Dan hal itu bertentangan dengan kewajiban Syahri Mulyo, Sutrisno dan Muh. Samanhud Anwar sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan 6 UndangUndang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme; Pasal 23 huruf a, d, e dan f UndangUndang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur $le Negara dan Pasal 67 huruf e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah mubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentEng Pembahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Serta perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 5 ayat (1) huruf b (atau pasal 13) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang' Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Terkait keterlibatan beberapa pihak dalam kasus ini, menurut JPU KPK akan mempelajarinya sesuai fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan yang sedang bergulir. (Rd1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar