Senin, 07 Oktober 2019

BUZZER UNTUK KEBAIKAN LEBIH BAIK DARI PADA BUZZER UNTUK MENGHANCURKAN KEBAIKAN

Jokowi dan Tuduhan Memelihara 'Buzzer'

Dalam beberapa hari ini, Presiden Jokowi dituduh secara sistemik, terstruktur dan masif memiliki dan memelihara sekumpulan buzzer. Buzzer artinya pendengung yang kini dibabeli secara peyoratif.

Padahal semua akun media sosial fungsinya memang untuk mendengungkan. Semua akun media sosial adalah buzzer. Tapi buzzer yang dimaksud di sini adalah kumpulan pendengung yang dibayar untuk membela secara membabi-buta. Siapa yang bikin-bikin istilah ini? Ya mereka juga. Padahal kalau ada sebutan buzzer yang membela secara membabi-buta maka di seberang sana ada buzzer yang menyerang secara membabi-buta.

Sebutan yang dipakai selama ini adalah "Salawi": semua salah Jokowi. Ada warga DKI tidak punya jamban, yang salah tetap Jokowi kata anggota DPRD DKI dari PAN, meskipun DKI punya gubernur sendiri.

Artinya, kalau akun-akun di media sosial yang membela Jokowi disebut buzzer maka yang menyerang Jokowi juga buzzer. Serangan yang membabi-buta pada Jokowi pun memakai hasil penelitian yang sengaja dipalsukan. Buzzer penyerang Jokowi ramai-ramai mengutip hasil penelitian Oxford yang kata mereka mengungkap Pemerintah Indonesia memelihara buzzer.

Namanya juga buzzer Salawi yang menyerang secara membabi-buta tidak pernah baca hasil penelitian Oxford itu. Sebaliknya penelitian Oxford itu malah membuktikan Pemerintah Indonesia tidak memakai buzzer untuk memanipulasi opini. Dari Tabel yang bersumber dari penelitian itu hanya politisi, partai politik dan perusahaan swasta (private contractors) yang menggunakan jasa buzzer.

Alih-alih membaca hasil penelitian Oxford secara cermat, buzzer penyerang Jokowi terus menyebarkan hoax dan propaganda kalau Pemerintah Jokowi yang menggunakan buzzer yang dituduh bisa bisa merusak demokrasi.

Untuk Apa Jokowi Memelihara Buzzer?

Sebenarnya tuduhan Jokowi memelihara buzzer bisa dibantah dengan balik mengajukan pertanyaan: untuk apa Jokowi memilihara buzzer? Jokowi sudah terpilih untuk yang kedua kali. Tanggal 20 Oktober ini akan dilantik. Ini juga periode terakhir Jokowi, yang artinya Jokowi tidak punya kepentingan pada Pilpres 2024 nanti. Jokowi juga presiden yang memiliki birokrasi eksekutif yang membawahi kementerian dan ASN. Presiden adalah Pemegang Kekuasaan Tertinggi dari TNI. Kapolri dan Jaksa Agung juga di bawah presiden.

Artinya semua akun resmi lembaga ini adalah buzzer bagi kebijakan pemerintah Jokowi. Sedikit ngomong saja, Jokowi akan dikutip oleh semua media baik yang mainstream dan media sosial. Jadi untuk apa lagi Jokowi butuh buzzer?

Justeru pihak-pihak yang ingin menekan dan diperhatikan Jokowi lah yang butuh buzzer. Mereka lebih membutuhkan buzzer dan vebrator agar suara mereka lebih nyaring, bising dan menggema. Kalau perlu tidak hanya menggunakan kumpulan buzzer juga kumpulan massa yang bikin aksi hingga rusuh agar menjadi pusat perhatian media mainstream dan media sosial.

Walhasil, Jokowi tidak membutuhkan buzzer, justeru lawan-lawan Jokowi lah yang membutukan buzzer.

Mohamad Guntur Romli

http://www.gunromli.com/2019/10/jokowi-dan-tuduhan-memelihara-buzzer

Tidak ada komentar:

Posting Komentar